Persuasi: Landasan Praktik Kampanye

Persuasi sebagai Titik Tolak Kampanye

Persuasi inheren terkandung dalam kampanye. Dengan demikian, setiap tindakan kampanye pada prinsipnya adalah tindakan persuasi.

Meskipun inti kampanye adalah persuasi, tindakan persuasif dalam kampanye berbeda dengan tindakan persuasif perorangan. Sekurang-kurangnya ada empat aspek dalam kegiatan kampanye persuasif yang tidak dimiliki tindakan persuasif perorangan, yaitu :

1. Kampanye secara sistematis berupaya menciptakan "tempat" tertentu dalam pikiran khalayak tentang produk, kandidat, atau gagasan yang disodorkan.

2. Kampanye berlangsung dalam berbagai tahapan, mulai dari menarik perhatian khalayak, menyiapkan khalayak untuk bertindak, hingga akhirnya mengajak mereka melakukan tindakan nyata.

3. Kampanye juga mendramatisasi gagasan-gagasan yang disampaikan pada khalayak dan mengundang mereka untuk terlibat, baik secara simbolis maupun praktis, guna mencapai tujuan kampanye.

4. Kampanye juga secara nyata menggunakan kekuatan media massa dalam upaya menggugah kesadaran hingga mengubah perilaku khalayak.

Teori Persuasi dalam Praktik Kampanye

1. Model Keyakinan Kesehatan (Health Belief Model)

Model keyakinan kesehatan menjelaskan kondisi-kondisi yang sangat diperlukan bagi terjadinya suatu perubahan perilaku. Meski terlihat mengkhususkan diri pada perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, model ini dapat digunakan untuk mengalaisis berbagai pemikiran yang harus ditumbuhkan dalam diri khalayak melalui pesan-pesan kampanye agar menjadi perubahan perilaku sesuai dengan yang diinginkan.

Menurut model ini, manusia akan mengambil tindakan untuk mencegah, menyaring, dan mengontrol berbagai kondisi dirinya, dalam hal ini adalah penyakit, dengan berdasarkan kepada faktor-faktor berikut :

1. Persepsi akan kelemahan

2. Persepsi risiko

3. Persepsi akan keuntungan

4. Persepsi akan rintangan

5. Isyarat-isyarat untuk bertindak

6. Kemampuan diri

2. Teori Difusi Inovasi (Diffusion of Innovation)

Teori difusi inovasi menjelaskan bagaimana inovasi-inovasi tertentu berkembang dan diadopsi oleh masyarakat. Teori ini berguna dalam menganalisis kolaborasi yang tepat antara penggunaan komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi untuk membuat masyarakat mengadopsi suatu produk, perilaku atau ide tertentu yang dianggap baru (inovasi).

Kolaborasi antara media massa dan kontak antarpribadi akan sangat membantu individu dalam membuat keputusan untuk menerima atau menolak. Pada dasarnya, keputusan tersebut sangat dipengaruhi oleh pertanyaan-pertanyaan berikut :

1. Apakah inovasi tersebut lebih baik daripada apa yang selama ini dipercaya atau digunakan?

2. Apakah inovasi tersebut mudah untuk dipahami dan digunakan?

3. Apakah orang lain dalam kelompok utama menggunakan inovasi tersebut? Bagaimana pengalaman mereka selama mengadopsi inovasi tersebut?

4. Apakah inovasi tersebut sesuai dengan norma-norma sosial yang dianut masyarakat serta gambaran diri individu tersebut?

5. Apakah ada kemungkinan untuk mencoba inovasi tersebut terlebih dahulu sebelum benar-benar mengadopsinya?

6. Seberapa besar komitmen yang diperlukan untuk menggunakan inovasi?

7. Seberapa besar risiko yang akan muncul berkaitan dengan adopsi inovasi tersebut?

3. Teori Perilaku Terencana

Teori perilaku terencana menjelaskan bahwa faktor utama yang menentukan terbentuknya suatu perilaku adalah tujuan perilaku itu sendiri. Suatu perilaku tidak terbentuk begitu saja tanpa adanya perencanaan atau kesadaran seseorang akan tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tersebut. Kesadaran akan tujuan tertentu dapat membawa individu untuk membuat rencana membentuk sebuah perilaku dalam suatu situasi tertentu.

Pada dasarnya, tujuan sebuah perilaku ditentukan oleh faktor-faktor berikut :

1. Sikap terhadap perilaku

2. Norma subjektif yang berhubungan dengan perilaku

3. Persepsi terhadap pengawasan perilaku

4. Teori Disonansi Kognitif

Teori yang diungkapkan oleh Leon Festinger pada 1957 ini mengemukakan bahwa keyakinan seseorang dapat berubah pada saat mereka sedang berada pada situasi konflik. Ini dapat terjadi karena pada dasarnya manusia didorong oleh keinginan untuk selalu berada dalam suatu keadaan psikologis yang seimbang (konsonan).

Ada tiga faktor yang dapat memengaruhi besarnya disonansi yang dirasakan orang, yaitu :

1. Derajat kepentingan atau seberapa penting isu tertentu bagi orang tersebut

2. Besarnya perbandingan disonansi atau kesadaran disonansi seorang manusia yang berhubungan dengan jumlah kesadaran konsonan yang dimilikinya

3. Dasar pemikiran bahwa orang dapat memerintahkan untuk membenarkan inkonsistensi. Ini berangkat dari alasan yang digunakan untuk menjelaskan mengapa inkonsistesi bisa terjadi.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi disonansi, antara lain :

1. Mengubah kognisi

2. Menambah kognisi

3. Mengubah atau mengganti kepentingan

4. Membuat misinterpretasi informasi

5. Mencari informasi pembenaran

5. Teori Tahapan Perubahan (Stages of Change Theory)

Teori yang biasa disebut juga dengan transtheoretical model akan sangan membantu dalam menganalisis jenis khalayak sera membuat pesan-pesan yang sesuai untuk setiap jenis khalayak. Teori ini menjelaskan tahapan-tahapan yang dilalui seorang individu dalam rangka mengadopsi sebuah perilaku. Ada lima tahap yang akan dilalui seorang individu, yaitu :

1. Praperenungan

2. Perenungan

3. Persiapan

4. Tindakan

5. Pemeliharaan

6. Teori Pembelajaran Kognitif Sosial (Social Cognitive Learning Theory)

Teori pembelajaran kognitif sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa perubahan perilaku sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam diri individu dan lingkungannya. Sebagaimana diungkapkan pada teori perilaku terencana, individu akan termotivasi untuk bertindak jika ia percaya bahwa nilai positif yang diharapkan dari perilaku tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai negatifnya

7. Teori Pertimbangan Sosial (Social Judgement Theory)

Teori pertimbangan sosial yang dikemukakan oleh Muzafer Sherif, Carolyn Sherif dan Nebergall (1965) merupakan teori yang memprediksi argumen-argumen yang akan diterima serta ditolak oleh khalayak. Menurut teori ini, manusia tidak membuat penilaian terhadap sebuah pesan secara murni berdasarkan manfaat yang dimaksud dalam pesan tersebut. Manusia selalu membandingkan sesuatu yang dianjurkan dalam sebuah pesan dengan sikap awal mereka. Sikap awal mereka kemudian akan dijadikan sebagai titik pedoman dalam menilai sesuatu, yang kemudian akan menentukan apakah mereka menerima anjuran tersebut atau tidak.

Strategi Persuasi untuk Praktik Kampanye

Teori-teori persuasi dapat membantu mengidentifikasi proses-proses yang terjadi ketika pesan-pesan kampanye diarahkan untuk memengaruhi sikap dan perilaku khalayak. Teori-teori tersebut juga dapat memperkaya pemahaman mengenai tahapan efek yang akan dimunculkan dalam sebuah kegiatan kampanye. Bertolak dari teori-teori tersebut, Perloff (1993) menyarankan beberapa strategi persuasi yang dapat digunakan dalam praktik kampanye, yaitu :

1. Pilihlah komunikator yang terpercaya

2. Kemaslah pesan sesuai keyakinan khalayak

3. Munculkan kekuatan diri khalayak

4. Ajak khalayak untuk berpikir

5. Gunakan strategi pelibatan

6. Gunakan strategi pembangunan inkonsistensi

7. Bangun resistansi khalayak terhadap pesan negatif

Resistansi terhadap Upaya Persuasi

Semua orang memiliki potensi untuk melakukan perlawanan terhadap berbagai pesan yang berusaha untuk memengaruhi. Manusia menyandarkan dirinya pada suatu keyakinan untuk dapat mengontrol berbagai pesan yang berusaha memengaruhi dirinya, baik dari sisi kognitif, afektif, maupun konatif.

Jack Brehm (Perloff, 1993) adalah salah seorang ahli yang menelaah secara langsung kecenderungan manusia untuk resistan terhadap perubahan. Penelitian tesebut dituangkannya ke dalam teori reaksi psikologis yang memberikan penjelasan berguna mengenai kecenderungan universal manusia untuk melawan upaya perubahan.

Reaksi psikologis terjadi ketika seseorang termotivasi untuk "memberontak" saat kebebasannya untuk memilih tindakan-tindakan tertentu diancam dengan persuasi. Akibatnya, bukan kerelaan yang muncul, melainkan kebulatan tekad yang akan membawa kekebalan terhadap persuasi.

Resistansi terhadap suatu pesan dapat ditunjukkan oleh seseorang dengan berbagai cara. Namun, pada dasarnya ada dua jenis resistansi, yaitu resistansi destruktif dan resistansi konstruktif. Resistansi destruktif ditunjukkan dengan perilaku ketidaksetujuan yang negatif, bahkan cenderung memberontak terhadap seseuatu yang sebenarnya tidak boleh ditolak. Sementara resistansi konstruktif adalah sebuah penolakan terhadap suatu pengaruh yang berlawanan dengan norma dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

Komentar

Postingan Populer